Pengertian Sedekah dan Fakir Miskin
Sedekah secara bahasa berasal dari kata “shadaqa” yang berarti benar. Sedekah adalah pemberian sukarela yang dilakukan oleh seseorang untuk membantu orang lain yang membutuhkan. Dalam konteks agama Islam, sedekah merupakan salah satu bentuk ibadah yang sangat dianjurkan, karena ia mencerminkan kebenaran iman dan kepedulian terhadap sesama.
Fakir miskin adalah golongan yang sangat membutuhkan bantuan karena keterbatasan ekonomi. Fakir adalah orang yang tidak memiliki harta benda atau penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya, sementara miskin adalah orang yang memiliki penghasilan tetapi tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pokok. Kedua golongan ini sangat membutuhkan bantuan dan dukungan dari masyarakat yang lebih mampu.
Memberikan Bantuan
Dari Abu Hurairah, bahwa terdapat seorang laki-laki mengadu kepada nabi tentang hatinya yang keras, maka nabi bersabda, "Berilah makanan kepada orang miskin, dan usaplah kepala anak yatim."
Dalam hadits lain, Rasulullah SAW bersabda, "Memberikan bantuan kepada para janda dan orang-orang miskin seperti mujahid di jalan Allah atau seperti orang yang berdiri shalat malam dan berpuasa siang."
Fakir miskin menjadi orang-orang yang harus diperlakukan dengan baik. Rasulullah SAW menjelaskan bahwa orang yang berbuat baik kepada fakir miskin dan anak yatim akan mendapat pahala yang besar.
Rasulullah SAW bersabda, "Saya bersama orang yang menjamin anak yatim di dalam surga seperti ini." Beliau memberikan isyarat antara jemari tangan yaitu jari telunjuk dan jari tengah.
Dalam hadits Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya harta ini hijau dan manis. Sebaik-baik seorang muslim adalah apa yang diberikan dari hartanya tersebut kepada orang-orang miskin, anak yatim dan musafir."
Pelajari apa tujuan zakat fitrah, manfaat, ketentuan, dan tata cara pelaksanaannya bagi umat Islam. Pahami makna mendalam di balik ibadah wajib ini.
Pelajari tujuan zakat sebagai ibadah sosial dalam Islam. Temukan makna, manfaat, dan hikmah menunaikan zakat bagi pemberi dan penerima.
Fakir Miskin adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan/atau mempunyai sumber mata pencarian tetapi tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kehidupan dirinya dan/atau keluarganya.
2. mempunyai sumber mata pencarian tetapi tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi
kehidupan dirinya dan/ atau keluarganya.
Fakir miskin atau biasa juga disebut kaum dhuafa kerap disebutkan dalam dalil Al-Qur'an maupun hadits. Fakir miskin merupakan golongan yang harus dikasihi.
Menurut Abdul Bakir, M.Ag. dalam bukunya yang berjudul Seputar Fakir dan Miskin: Seri Hukum Zakat dijelaskan secara bahasa, kata fakir atau faqir bermakna orang yang sedikit hartanya. Dan lawan katanya adalah ghaniy yang artinya banyak hartanya.
Sementara secara istilah, para ulama memiliki definisi berbeda untuk fakir miskin. Berikut rinciannya:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
- HanafiyahMazhab Hanafiyah mendefinisikan bahwa orang faqir itu adalah orang yang hartanya tidak mencapai nishab dari harta yang produktif. Atau bisa juga orang yang punya harta yang memenuhi nishab namun harta itu tidak produktif, dimana habis untuk hajatnya.
- Asy-Syafiiyah dan Al HanabilahKedua mazhab ini mendefinisikan bahwa orang faqir adalah orang yang sama sekali tidak punya harta.
- Al MalikiyahUlama mazhab Malikiyah berpendapat bahwa orang faqir itu adalah orang yang masih memiliki harta, namun belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan makanan pokoknya selama setahun.
Golongan fakir miskin disebutkan beberapa kali dalam Al-Qur'an, seperti yang termaktub dalam surah Al Isra ayat 26,
وَاٰتِ ذَا الْقُرْبٰى حَقَّهٗ وَالْمِسْكِيْنَ وَابْنَ السَّبِيْلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيْرًا ٢٦
Artinya: Berikanlah kepada kerabat dekat haknya, (juga kepada) orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan. Janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.
Fakir miskin termasuk dalam golongan yang istimewa, dalam hadits Rasulullah SAW bersabda,
"Ya Allah, hidupkan aku dalam keadaan miskin, dan matikan aku dalam keadaan miskin. Dan bangkitkan di padang mahsyar bersama rombongan orang-orang miskin pada hari kiamat."
Al-Qur'an dan hadits telah banyak menerangkan tentang fakir miskin dan hak-hak yang menjadi miliknya. Islam memasukkan fakir miskin, anak yatim dan janda sebagai golongan orang yang patut dilindungi sesama muslim.
Merangkum buku Sumbangan Peradaban Islam Pada Dunia yang disusun oleh Prof. Dr. Raghib As-Sirjani dijelaskan tentang hak-hak fakir miskin yang merujuk pada dalil Al-Qur'an dan hadits.
Tantangan dan Solusi dalam Bersedekah
Walaupun memiliki banyak manfaat, bersedekah tidak selalu mudah dilakukan. Beberapa tantangan yang mungkin dihadapi oleh orang-orang yang ingin bersedekah antara lain adalah rasa takut harta berkurang, kurangnya kesadaran tentang pentingnya sedekah, dan ketidakpastian mengenai penyaluran sedekah yang tepat.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, diperlukan edukasi yang berkelanjutan mengenai manfaat dan pentingnya sedekah. Selain itu, transparansi dalam penyaluran sedekah juga sangat penting agar orang yang bersedekah merasa yakin bahwa bantuan mereka sampai kepada yang membutuhkan. Lembaga-lembaga zakat dan sedekah juga perlu meningkatkan kualitas pelayanan dan pengelolaan dana agar lebih banyak orang termotivasi untuk bersedekah.
Sedekah kepada fakir miskin bukan hanya sebuah kewajiban agama, tetapi juga bentuk nyata dari kepedulian sosial yang dapat memberikan banyak manfaat, baik bagi penerima, pemberi, maupun masyarakat secara keseluruhan. Dengan bersedekah, kita tidak hanya membantu meringankan beban orang lain, tetapi juga membangun masyarakat yang lebih adil, harmonis, dan penuh berkah. Oleh karena itu, marilah kita terus meningkatkan semangat bersedekah, karena di balik setiap pemberian, ada kebahagiaan dan keberkahan yang menanti.
Baca juga artikel lainnya melalui link : https://ziswap.com/sedekah-bagi-lingkungan/
Mencintai fakir miskin merupakana salah satu keutamaan bagi seorang muslim. Ketika kita memiliki kepedulian dan kecintaan terhadap fakir miskin dengan tanpa pamrih apapun selain untuk mendapatkan Ridho Allah SWT, maka kita telah mewujudkan sikap ikhlas yang menjadi bukti dari ketaqwaan kita. Dari Abu Umamah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ أَحَبَّ لِلَّهِ وَأَبْغَضَ لِلَّهِ وَأَعْطَى لِلَّهِ وَمَنَعَ لِلَّهِ فَقَدِ اسْتَكْمَلَ الإِيمَانَ
“Barangsiapa yang mencintai karena Allah, membenci karena-Nya, memberi karena-Nya, dan tidak memberi juga karena-Nya, maka ia telah sempurna imannya” (HR. Abu Daud no. 4681, Tirmidzi no. 2521, dan Ahmad 3: 438. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Menunaikan zakat, bersedekah merupakan salah satu cara untuk mencintai orang miskin, karena dengan menunaikannya kita dapat membantu mengatasi beban kehidupannya. Allah berfirman:
اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ فِعْلَ الْخَيْرَاتِ وَتَرْكَ الْمُنْكَرَاتِ وَحُبَّ الْمَسَاكِينِ وَأَنْ تَغْفِرَ لِى وَتَرْحَمَنِى وَإِذَا أَرَدْتَ فِتْنَةَ قَوْمٍ فَتَوَفَّنِى غَيْرَ مَفْتُونٍ أَسْأَلُكَ حُبَّكَ وَحُبَّ مَنْ يُحِبُّكَ وَحُبَّ عَمَلٍ يُقَرِّبُ إِلَى حُبِّكَ
“Wahai Muhammad, jika engkau shalat, ucapkanlah do’a: Ya Allah, aku memohon kepada-Mu untuk mudah melakukan kebaikan dan meninggalkan kemungkaran serta aku memohon pada-Mu supaya bisa mencintai orang miskin, ampunilah (dosa-dosa)ku, rahmatilah saya, jika Engkau menginginkan untuk menguji suatu kaum maka wafatkanlah saya dalam keadaan tidak terfitnah. Saya memohon agar dapat mencintai-Mu, mencintai orang-orang yang mencintai-Mu dan mencintai amal yang dapat mendekatkan diriku kepada cinta-Mu)”. (HR. Tirmidzi no. 3235 dan Ahmad 5: 243)
Banyak keutamaan yang bisa didapatkan dengan mencintai fakir miskin, diantaranya adalah:
Bersama BAZNAS Kabupaten Sumedang, wujudkan kecintaan dan kepedulian kita terhadap fakir miskin dengan menitipkan zakat, infak, sedekah atau donasi untuk disalurkan melalui berbagai program untuk membantu kehidupan fakir miskin seperti Bantuan Modal Usaha, Bantuan Bekal Hidup, Bantuan Rumah Tidak Layak Huni, Bantuan Sembako dan sebagainya.
وَاعْبُدُوا اللّٰهَ وَلَا تُشْرِكُوْا بِهٖ شَيْـًٔا وَّبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًا وَّبِذِى الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْجَارِ ذِى الْقُرْبٰى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْۢبِ وَابْنِ السَّبِيْلِۙ ومَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُوْرًاۙ
Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat-baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri. (QS. An-Nisa, 4: 36)
لَيْسَ الْبِرَّاَنْ تُوَلُّوْا وُجُوْهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلٰكِنَّ الْبِرَّ مَنْ اٰمَنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ وَالْمَلٰۤىِٕكَةِ وَالْكِتٰبِ وَالنَّبِيّٖنَ ۚ وَاٰتَى الْمَالَ عَلٰى حُبِّهٖ ذَوِى الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنَ وَابْنَ السَّبِيْلِۙ وَالسَّاۤىِٕلِيْنَ وَفىِ الرِّقَابِۚ وَاَقَامَ الصَّلٰوةَ وَاٰتَى الزَّكٰوةَ ۚ وَالْمُوْفُوْنَ بِعَهْدِهِمْ اِذَا عَاهَدُوْا ۚ وَالصّٰبِرِيْنَ فِى الْبَأْسَاۤءِ وَالضَّرَّاۤءِ وَحِيْنَ الْبَأْسِۗ اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ صَدَقُوْا ۗوَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُتَّقُوْنَ
Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan ke barat, tetapi kebajikan itu ialah (kebajikan) orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang yang dalam perjalanan (musafir), peminta-minta, dan untuk memerdekakan hamba sahaya, yang melaksanakan salat dan menunaikan zakat, orang-orang yang menepati janji apabila berjanji, dan orang yang sabar dalam kemelaratan, penderitaan dan pada masa peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar, dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. (QS. Al-Baqarah, 2: 177)
فَـَٔاتِ ذَا ٱلْقُرْبَىٰ حَقَّهُۥ وَٱلْمِسْكِينَ وَٱبْنَ ٱلسَّبِيلِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ لِّلَّذِينَ يُرِيدُونَ وَجْهَ ٱللَّهِ ۖ وَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُفْلِحُونَ
Maka berikanlah kepada kerabat yang terdekat akan haknya, demikian (pula) kepada fakir miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan. Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang mencari keridhaan Allah; dan mereka itulah orang-orang beruntung. (QS. Ar-Rum, 30: 38)
يَسْـَٔلُونَكَ مَاذَا يُنفِقُونَ ۖ قُلْ مَآ أَنفَقْتُم مِّنْ خَيْرٍ فَلِلْوَٰلِدَيْنِ وَٱلْأَقْرَبِينَ وَٱلْيَتَٰمَىٰ وَٱلْمَسَٰكِينِ وَٱبْنِ ٱلسَّبِيلِ ۗ وَمَا تَفْعَلُوا۟ مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ ٱللَّهَ بِهِۦ عَلِيمٌ
Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: “Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan”. Dan apa saja kebaikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya. (QS. Al-Baqarah, 2: 215)
Tidak membiarkannya terlantar
أَرَأَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ (١) فَذَلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ (٢) وَلا يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ (٣
Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak mendorong memberi makan orang miskin. (QS. Al-Ma’un, 107: 1-3)
مَا سَلَكَكُمْ فِي سَقَرَ (٤٢) قَالُوا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ (٤٣) وَلَمْ نَكُ نُطْعِمُ الْمِسْكِينَ (٤٤)
“Apa yang menyebabkan kamu masuk ke dalam (neraka) Saqar?” Mereka menjawab, “Dahulu kami tidak termasuk orang-orang yang melaksanakan shalat, dan kami (juga) tidak memberi makan orang miskin. (QS. Al-Muddatstsir, 74: 42-44)
Tidak menghardik mereka
فَأَمَّا الْيَتِيمَ فَلا تَقْهَرْ (٩)وَأَمَّا السَّائِلَ فَلا تَنْهَرْ (١٠) وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ (١١)
Maka terhadap anak yatim janganlah engkau berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap orang yang meminta-minta, janganlah kamu menghardik(nya). Dan terhadap nikmat Tuhanmu, hendaklah engkau nyatakan (dengan bersyukur) (QS. Ad-Dhuha, 93: 9-11)
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو: أَنَّ رَجُلاً سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيُّ الْإِسْلاَمِ خَيْرٌ؟ قَالَ تُطْعِمُ الطَّعَامَ وَتَقْرَأُ السَّلاَمَ عَلَى مَنْ عَرَفْتَ وَمَنْ لَمْ تَعْرِفْ
Dari Abdullah ibn Amr: Bahwa seseorang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: Islam manakah yang paling baik? Beliau menjawab: Kamu memberi makan dan memberi salam kepada orang yang kamu kenal dan yang tidak kamu kenal. (HR. Bukhari)
Dari Abu Sa’id Al-Khudri, dia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;
أَيُّمَا مُسْلِمٍ كَسَا مُسْلِمًا ثَوْبًا عَلَى عُرْىٍ كَسَاهُ اللَّهُ مِنْ خُضْرِ الْجَنَّةِ وَأَيُّمَا مُسْلِمٍ أَطْعَمَ مُسْلِمًا عَلَى جُوعٍ أَطْعَمَهُ اللَّهُ مِنْ ثِمَارِ الْجَنَّةِ وَأَيُّمَا مُسْلِمٍ سَقَى مُسْلِمًا عَلَى ظَمَإٍ سَقَاهُ اللَّهُ مِنَ الرَّحِيقِ الْمَخْتُومِ
Muslim mana saja yang memberi pakaian orang Islam lain yang tidak memiliki pakaian, niscaya Allah akan memberinya pakaian dari hijaunya surga. Muslim mana saja yang memberi makan orang Islam yang kelaparan, niscaya Allah akan memberinya makanan dari buah-buahan di surga. Lalu muslim mana saja yang memberi minum orang yang kehausan, niscaya Allah akan memberinya minuman dari Al-Rahiq Al-Makhtum. (HR. Abu Dawud)
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه – قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « السَّاعِى عَلَى الأَرْمَلَةِ وَالْمِسْكِينِ كَالْمُجَاهِدِ فِى سَبِيلِ اللَّهِ – وَأَحْسِبُهُ قَالَ ، يَشُكُّ الْقَعْنَبِىُّ – كَالْقَائِمِ لاَ يَفْتُرُ ، وَكَالصَّائِمِ لاَ يُفْطِرُ »
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Orang yang berusaha menghidupi para janda dan orang-orang miskin laksana orang yang berjuang di jalan Allah. Al-Qa’nabi–yaitu gurunya Imam Bukhari dan Muslim–berkata, aku sangka itu seperti orang yang shalat malam yang tidak pernah merasakan lelah, dan yang berpuasa yang tidak pernah berhenti berpuasa.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits dari Anas bin Malik, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
قَالَ « اللَّهُمَّ أَحْيِنِى مِسْكِينًا وَأَمِتْنِى مِسْكِينًا وَاحْشُرْنِى فِى زُمْرَةِ الْمَسَاكِينِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ». فَقَالَتْ عَائِشَةُ لِمَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « إِنَّهُمْ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ قَبْلَ أَغْنِيَائِهِمْ بِأَرْبَعِينَ خَرِيفًا يَا عَائِشَةُ لاَ تَرُدِّى الْمِسْكِينَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ يَا عَائِشَةُ أَحِبِّى الْمَسَاكِينَ وَقَرِّبِيهِمْ فَإِنَّ اللَّهَ يُقَرِّبُكِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ »
“Ya Allah, hidupkanlah aku dalam keadaan miskin, matikanlah aku dalam keadaan miskin dan kumpulkanlah aku bersama dengan orang-orang miskin pada hari kiamat”. ‘Aisyah berkata, “Mengapa –wahai Rasulullah- engkau meminta demikian?” “Orang-orang miskin itu masuk ke dalam surga 40 tahun sebelum orang-orang kaya. Wahai ‘Aisyah, janganlah engkau menolak orang miskin walau dengan sebelah kurma. Wahai ‘Aisyah, cintailah orang miskin dan dekatlah dengan mereka karena Allah akan dekat dengan-Mu pada hari kiamat”, jawab Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam (HR. Tirmidzi)
Perbedaan Dalam Al Quran
Dalam Al Quran, definisi kata Fakir dan Miskin tidak dijelaskan secara gamblang. Kendati kedua kata tersebut dengan berbagai akar katanya terdapat dalam Al Quran lebih dari 14 kali untuk kata faqr dan lebih dari 33 kali untuk kata miskin.
”Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kefakiran, kekafiran, kekurangan, dan kehinaan dan aku berlindung kepada-Mu dari (kondisi) didzalimi dan mendzalimi orang lain.”
(HR Ibnu Majjah dan Hakim dari Abu Hurairah)
Dalam sebuah riwayat ditemukan doa Rasulullah SAW yang memohon perlindungan kepada Allah SWT dari kefakiran. Sebagaimana tertuang pada riwayat di atas serta memohon ‘kehidupan dan kematian’ dalam kondisi miskin. Sebagaimana sabdanya, ”Ya Allah, hidupkanlah aku dalam kondisi miskin, dan wafatkanlah aku (juga) dalam kondisi miskin.”
Ada sesuatu yang menarik dari doa Rasulullah di atas. Yakni kondisi atau sifat ‘fakir’ merupakan kondisi yang sangat buruk, yang disejajarkan dengan kekufuran, kekurangan, dan kehinaan. Sehingga Rasul memberi contoh umatnya untuk memohon perlindungan kepada Allah dari beberapa kondisi tersebut. Dengan demikian, pantas bila Ali bin Abi Thalib RA dalam salah satu atsar-nya menyebutkan, ”Hampir-hampir kondisi kefakiran itu membawa seseorang pada kekufuran.”
Perbedaan Fakir dan Miskin
Tahukah Sahabat, fakir dan miskin itu dua istilah yang berbeda? Nah, perbedaan antara fakir dan miskin terletak pada kemampuan dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.
Fakir merujuk pada orang yang tidak memiliki penghasilan atau hanya memiliki penghasilan sedikit, sehingga mampu memenuhi kebutuhan dasar.
Fakir biasanya berada dalam kondisi yang lebih sulit dibandingkan miskin, karena mereka sangat bergantung pada bantuan dari orang lain.
Di sisi lain, miskin adalah mereka yang memiliki penghasilan atau pekerjaan, namun pendapatan tersebut tetap tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari secara layak.
Kelompok miskin memiliki keterbatasan dalam ekonomi, namun kondisinya lebih baik dibandingkan fakir, karena masih ada sedikit penghasilan walaupun belum mencukupi untuk hidup yang stabil.
Mereka biasanya tetap membutuhkan bantuan untuk memenuhi kekurangan ekonomi, tetapi miskin memiliki tingkat ketergantungan yang lebih rendah dibandingkan fakir.
Dalam Islam, fakir dan miskin sama-sama berhak menerima zakat, tetapi fakir berada di prioritas pertama sebagai kelompok yang paling membutuhkan.
Pemerintah Indonesia juga membedakan keduanya dalam berbagai program bantuan sosial, dengan fakir dianggap lebih membutuhkan dan miskin berada di tingkat berikutnya.
Kriteria Miskin Berdasarkan Had Kifayah
Disadur dari Pusat Kajian Strategis BAZNAS (2018) dan disampaikan oleh K.H. Izzuddin Edi Siswanto,Lc., M.A., Ph.D., menurut Ibnu Abidin, had kifayah adalah batas minimum yang dapat menjauhkan manusia dari kesulitan hidup. Yang termasuk hal ini adalah kebutuhan makanan, pakaian, tempat tinggal, atau hal lain seperti perkakas dan kendaraan yang tidak sampai pada tahap kemewahan.
Lalu, menurut Imam Nawawi, kifayah adalah suatu kecukupan yang di mana tidak kurang dan tidak lebih. Hal ini menandakan bahwa sesuatu disebut kifayah, apabila tidak berlebihan dan sesuai dengan kebutuhan.
Kemudian, Imam Syatibi mendefinisikan had kifayah yaitu sebuah ukuran kebutuhan yang sangat darurat dan fundamental. Kebutuhan itu bukan sekadar kecukupan yang primer, tetapi masuk dalam kategori sekunder yang menjadi tonggak kelancaran hidup manusia.
Landasan had kifayah yaitu berdasarkan Maqasid al-Syariah yang diukur berdasarkan dimensi berikut:
Jika seseorang sudah mampu memenuhi had kifayah, maka ia termasuk golongan yang dilarang menerima zakat. Ukuran seseorang tidak mampu memenuhi had kifayah diatur dalam Maqasid al-Syariah yaitu di bawah 5000 dirham atau setara 3,5 juta. Di bawah itu, ia termasuk golongan miskin. Maka, perlu dibantu sebagai mustahik.
Baca juga: 8 Golongan Penerima Zakat
Lalu, batas minimum pemberian zakat kepada golongan fakir dan miskin telah diatur oleh jumhur ulama. Madzhab Hanafi menentukan batas minimum zakat yang diberikan sebesar 20 dirham tanpa periode waktu tertentu. Jika mustahik sudah mampu, maka zakat tidak diberikan lagi.
Madzhab Syafi’i mengatakan bahwa tidak ada ukuran periode atau waktu pemberian. Lantas, mayoritas ulama berpendapat zakat diberikan untuk mencukupi kebutuhan selama setahun.
Terdapat istilah yang disebut dengan zakat inklusi, yaitu orang kaya dapat menjadi miskin dengan kondisi tertentu. Jadi, kalau di masa depan seseorang sungguh-sungguh jatuh miskin, ia tetap berhak dibantu untuk menjadi berdaya dari zakat. Dengan demikian, ia dapat bangkit perlahan-lahan hingga mampu menjadi muzakki kembali.
Sedekah dalam Perspektif Agama dan Ilmu Sosial
Dalam Islam, sedekah merupakan salah satu ibadah yang sangat dianjurkan. Allah SWT dan Rasulullah SAW memberikan banyak sekali motivasi dan pahala bagi orang-orang yang bersedekah. Dalam berbagai hadis, disebutkan bahwa sedekah dapat memadamkan murka Allah, menolak bencana, dan memperpanjang umur.
Dari perspektif ilmu sosial, sedekah dianggap sebagai salah satu bentuk redistribusi kekayaan yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan ekonomi dan sosial di masyarakat. Sedekah dapat membantu mengurangi kemiskinan, meningkatkan taraf hidup, dan mendorong integrasi sosial. Ilmu sosial juga melihat sedekah sebagai alat untuk memperkuat ikatan sosial dan membangun rasa kebersamaan di dalam komunitas.
Apa Itu Fakir Miskin?
Dalam Bahasa Indonesia seringkali kita mendengar kata fakir digandengkan dengan kata lain yang semakna yakni miskin, sehingga menjadi fakir miskin.
Dalam bahasa Arab, kata faaqir berasal dari kata faqr yang berarti ‘tulang punggung’ dan yang pertama (faaqir) berarti ‘orang yang patah tulang punggungnya’ karena demikian berat beban yang dipikulnya. Sedangkan kata ‘miskin’ berasal dari kata sakana yang dalam bahasa Arab berarti ‘diam’ atau ‘tenang’.
Dilansir dari republika.co.id, fakir secara bahasa ialah lawan kata dari al-ghaniy (kaya), yaitu orang yang sedikit hartanya. Sedangkan miskin secara bahasa ialah lawan kata dari al-harakah (bergerak), yaitu sesuatu yang diam ketika hilang gerakannya. (Dalam Al Mausu’ah al- fiqhiyyah | hlm. 199 jilid ke-32)
Secara istilah fakir adalah seseorang yang tidak dapat mencukupi setengah dari kebutuhan pokoknya dan tanggungannya (istri dan anak), seperti kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Dan miskin adalah seseorang yang hanya dapat memenuhi setengah atau lebih kebutuhan pokoknya dan tanggungannya. Namun tidak dapat mencukupi seluruh kebutuhannya.
Manfaat Sedekah bagi Pemberi
Dalam Islam, sedekah diyakini dapat mendatangkan keberkahan dalam hidup. Keberkahan ini dapat berupa kemudahan dalam urusan, rezeki yang melimpah, dan kebahagiaan dalam hidup. Allah SWT berjanji bahwa sedekah tidak akan mengurangi harta seseorang, bahkan sebaliknya, sedekah akan menambah keberkahan dalam harta yang dimiliki.
Sedekah berfungsi sebagai pembersih harta dan diri. Dengan memberikan sebagian harta kepada yang membutuhkan, seorang Muslim membersihkan harta mereka dari sifat tamak dan cinta dunia yang berlebihan. Selain itu, sedekah juga membersihkan diri dari sifat egois dan mengajarkan untuk selalu berbagi dengan orang lain.
Melalui sedekah, seseorang belajar untuk lebih peka terhadap penderitaan orang lain dan terbiasa untuk membantu sesama. Hal ini akan membangun sikap empati dan kepedulian sosial yang sangat penting dalam membentuk masyarakat yang harmonis dan saling membantu.
Allah SWT menjanjikan balasan yang berlipat ganda bagi orang yang bersedekah. Balasan ini tidak hanya berupa harta, tetapi juga kebahagiaan, kedamaian, dan ketenangan hati. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman bahwa setiap kebaikan yang dilakukan akan dibalas dengan kebaikan yang lebih besar.